Webinar Internasional: “Black Lives Matter, Communication and Culture Perspectives”

Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis Lc., M.A., saat memberikan sambutan.
Pusat Pengkajian Komunikasi dan Media (P2KM) bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Pancasila (UP) mengadakan Web Seminar (Webinar) Internasional dengan tema “Black Lives Matter, Communication and Culture Perspectives”, pada Selasa (07/07), melalui aplikasi Zoom Meeting dan live streaming Youtube Dakwah dan Komunikasi TV (DnK TV) UIN Jakarta. Acara tersebut dibawakan oleh Direktur Eksekutif P2KM UIN Jakarta, Deden Mauli Darajat, M.Sc., dan dimoderatori oleh Nathalia Perdhani Soemantri, M.Si., selaku dosen FIKOM UP, kemudian diawali sambutan Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., M.A.
Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., M.A., dalam sambutannya menyampaikan, dalam pembahasan isu tersebut harus dilihat dari berbagai perspektif, dan tidak menggunakan emosional.
“Kita harus melihat dari berbagai perspektif. Dampak dari pembahasan ini untuk mempersatukan bangsa indonesia yang terdiri dari berbagai ras,” tegasnya.
Pembicara Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Wakil Rektor IV UIN Jakarta, Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, M.A., menyampaikan, beberapa indikator permasalahan yaitu diantaranya tindakan rasisme dan diskriminasi, ketidakadilan hukum dan politik, keniscayaan kesetaraan dan kesamaan hak, kontroversi kulit hitam dan putih.
“Ada beberapa ayat Al-Qur’an terkait refleksi untuk kemanusiaan, salah satunya yaitu ayat 11 surah Al-Hujurat yang artinya, “janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain”. Jadi, kita harus tetap mengakui dan menghargai perbedaan,” ujarnya.
Kandidat Doktor Bisnis Administrasi IPAG Business School Paris dan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Perancis 2012-2013, Dr. (Kandidat) Muhammad Dhafi Iskandar menyampaikan, adanya permasalahan seperti tersebut dapat menjadi lebih besar karena adanya gerakan demonstrasi dengan narasi dan masalah yang terus diulang.
“Perasaan terhubung dengan pengalaman ketidakadilan meskipun kasus berbeda untuk setiap orang, dan juga anak muda dengan krisis identitas dan lebih bersedia mengambil risiko,” tutupnya.
(Sitta Sakinatu)