Pelecehan Verbal Catcalling Dapat Terjadi di Media Sosial

Ilustrasi catcalling yang terjadi di media sosial. Sumber foto: tirto.id
Maraknya tindakan kriminal di zaman modern kini masih kerap terjadi. Ditengah langkah maju menuju kesadaran akan kesetaraan gender, pelecehan menurut gender masih saja terus berlangsung. Bahkan, jumlahnya pun kian meningkat. Salah satu bentuk pelecehan seksual tersebut yakni catcalling. Istilah tersebut sering dipakai untuk merujuk pada tindakan verbal atau siulan yang bermaksud menggoda atau melecehkan perempuan. Namun, Balamuda tau ga sih? di Indonesia, kasus tersebut masih kurang dianggap serius lho oleh pemerintah hingga peraturannya belum ada.
Balamuda tau gak sih apa saja yang termasuk catcalling itu?
Dilansir dari womentalk.com, menurut hasil survei yang digelar oleh koalisi Change.Org, Hollaback Jakarta, Lentera Sintas Indonesia, Perempuan dan Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG) membuktikan sebanyak 62 persen responden mengalami pelecehan dalam bentuk verbal termasuk catcalling. Selain bersiul contoh tindakan tersebut yakni mengklakson perempuan di jalan, serta menggoda dan melontarkan ucapan bernada seksual kepada perempuan yang tidak dikenal di jalan seperti “Hai cantik, mau kemana?” atau “Manis banget sih pakai jilbab begitu.” Tidak hanya itu lho Balamuda, ternyata catcalling bisa terjadi di media sosial juga.
Hmm, memangnya bisa catcalling terjadi di media social, ya?
Dilansir dari lifestyle.okezone.com yang merujuk pada Daily Eastrn News pada Sabtu (22/02) lalu, hasil penelitian dilakukan oleh American Association of University Women (AAUW) pada 2006 menunjukkan, 72 persen perempuan dan 59 persen pria mengaku pernah mengalami catcalling berupa orang lain mengunggah pesan seksual tentang mereka di dunia maya.
Sementara itu, Ahli Bahasa Inggris yang juga Direktur Women’s Studies, Jeannie Ludlow mengatakan, ketika akun palsu yang berada di media sosial mengungah hal yang bersifat seksual tentang orang lain, tidak berarti pesan tersebut harus dianggap kurang serius. Hal tersebut bisa saja terus berkembang dengan pesat jika tidak ditindak dengan serius.
Lebih lanjut, menurut laporan AAUW, siswa memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami catcalling. Namun, sebagian besar siswa mengatakan menyebarkan tentang seksual, memata-matai dan mengirim pesan yang tidak pantas tentang mereka di internet akan lebih menggangu daripada disentuh, dicengkeram, atau dicubit secara langsung.
Lalu, bagaimana ya cara mengatasi masalah ini?
Untuk mencegahnya yakni dengan memblok akun pelaku yang termudah dilakukan. Namun, tidak menutup kemungkinan hal itu juga bisa diselesaikan dengan memberikan konsekuensi yang lebih berat.
Lalu, apa ya alasan utama pelaku melakukan catcalling? AAUW juga melaporkan ada tiga alasan utama yang membuat seseorang berani melakukan catcalling, yakni sebagai lucu-lucuan, berpikir orang yang mengalami hal tersebut akan menyukainya atau merupakan tindakan normal yang dilakukan oleh banyak orang dan tidak dianggap sebagai masalah yang besar.
Balamuda harus senantiasa berhati-hati ya dalam hal tersebut, khususnya kaum perempuan jangan diam saja jika merasa tidak nyaman pada perlakuan tersebut. Hal tersebut dapat memperburuk psikologis Balamuda, lho. Selain itu, penting untuk setiap individu dapat menempatkan diri sesuai kapasitasnya dalam bersosialisasi dan tentunya tetap menjaga privasi diri ya, Balamuda.
(Sani Mulyaningsih)