Pentingnya Moderasi Beragama Cegah Radikalisme

Kasus pembantaian satu keluarga yang terjadi di Desa Lemba Tonga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pasalnya, pelaku tindak kejahatan ini masih menjadi buronan. Pelaku kejadian ini diduga kuat adalah kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed., memastikan, kasus tersebut bukan konflik antar umat beragama. Maka dari itu, dirinya mengimbau masyarakat tak terprovokasi oleh pemberitaan yang belum jelas kebenarannya. Berdasarkan hal tersebut, moderasi beraga penting diketahui masyarakat.
Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), Dr. Arief Subhan, M.A., mengatakan, ada lima perhatian dari moderasi beragama, antara lain yaitu kesadaran akan perbedaan, kepercayaan tentang kebenaran, semangat misionaris, pemahaman tentang agama, dan dakwah dalam agama. Kelima hal tersebut setidaknya perlu dipahami dengan baik.
“Hal ini berkaitan dengan surat Al-Hujurat ayat 13 ditegaskan bahwa Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan suku-suku,” ungkapnya.
Dirinya menambahkan, indikator sikap dalam moderasi berama sendiri terbagi atas empat, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. Agama apapun tentu tidak mengajarkan kekerasan dan kejahatan, terlebih yang menimbulkan korban dan merugikan masyarakat. Dengan pemahaman moderasi beragama yang baik, menjadi salah satu upaya menghindari tindakan radikal.
“Kalau moderasi beragami dipahami dengan baik, maka seharusnya tidak ada lagi tindak radikal. Apalagi yang mengatasnamakan Islam,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos), semester tiga, Dita Ayu Amalia menyarankan, semakin berkembangnya zaman, seorang muslim harus memiliki kepribadian yang cerdas dalam menyaring dan menerima informasi. Begitupula dengan mengenali siapa yang memberi informasi dan apa yang disampaikannya.
“Harus saling menyadari dan merangkul bahwa persoalan-persoalan yang terjadi harus dihadapi dengan mengutamakan akal dibanding perasaan atau emosi,” imbaunya.
Dalam membangun sikap moderasi beragama, pada dasarnya adalah menanamkan adab dan akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, dapat pula mempertajam ilmu dengan baik, baik itu ilmu agama atau duniawi. Pembentukan sikap moderasi ini juga dapat dilakukan dengan memperluas relasi, sehingga memahami dengan betul arti perbedaan.
“Menurutku ya tentang kasus di Sigi agar tidak terulang lagi, mind your own business aja, sih. Sambil menghormati apa yang dilakukan orang lain,” tambahnya.
(Milla Rosa)