Hari HAM Internasional: Upaya Pemenuhan HAM di Masa Pandemi

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) pada 1948, lantaran HAM dianggap penting demi mengakhiri segala bentuk diskriminasi. Sementara itu, krisis Covid-19 telah menyebabkan naiknya kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi, dan kesenjangan lainnya. Oleh karena itu, tema Hari HAM pada Kamis (10/12) ini, “Recover Better – Stand Up for Human Right” diharapkan menumbuhkan kepedulian terhadap HAM, agar segera pulih dari krisis dan menjadi pengingat atas hak setiap orang.
Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), bidang ilmu Pancasila, Dr. Ibnu Qoyim, M.S., mengatakan, hal paling penting di jagad raya ini, yaitu memanusiakan manusia sebagai makhluk Tuhan. Ada kesetaraan, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, yang dapat mengantarkan sesama manusia mencapai kebahagiaan bersama.
“Kita harus terus mensosialisasikan tanpa pamrih, ikhlas menjunjung tinggi kemanusiaan tanpa diskriminasi atas persoalan kemanusiaan. Kehidupan, kesejahteraan, keadilan mesti dijadikan cita-cita bersama tanpa pandang bulu, semua lapisan sosial, etnik, agama dan bangsa,” tuturnya.
Ibnu menyebutkan, bentuk pengucilan, diskriminasi, ketidaksetaraan, seperti penyebaran informasi, pengambilan sumber informasi, informasi hoaks, palsu, rekayasa informasi, pelayanan dan penegakkan hukum tebang pilih, semua yang sejenisnya akan menimbulkan tragedi kemanusiaan yang bisa memusnahkan peradaban dan kemanusiaan itu sendiri.
“Cara mengatasinya adalah mengondisikan tatanan sosial politik yang sehat tanpa pamrih. Waspada, jangan mudah emosi, tapi tingkatkan kesadaran masyarakat untuk mengingat manusia adalah makhluk Allah dan perbanyak zikir kepada Allah untuk memperoleh Ilham, dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan,” pesannya.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), jurusan Hukum Pidana Islam (HPI), semester lima, Alliza Khovshov Zanuba Dalil mengatakan, pemerintah telah menegakkan HAM, seperti lembaga khusus mengenai pengaduan HAM dan reformasi penegakkan dan perindungan HAM.
“Apabila ingin memajukan keadilan dan kepastian hukum mengenai HAM, perlu ada Integritas dan implementasi hukum tersebut. Masyarakat juga harus paham akan pentingnya penegakkan HAM, misal pemenuhan HAM di masa pandemi, yaitu tetap melaksanakan protokol kesehatan sebagai bentuk menghargai hak yang dimiliki individu,” jelas Alliza.
Anggota Divisi Kajian Moot Court Comunity (MCC) tersebut menjelaskan, untuk memenuhi HAM, maka perlindungan dan pemenuhan HAM harus diletakkan dalam kerangka supremasi hukum, agar dapat memperoleh kebijakan yang legal, konstitusional, dan institusional.
“Terdapat lima agenda mencapai pemenuhan hukum, yaitu penyempurnaan produk hukum, lalu melakukan inventarisasi, mengevaluasi, mengkaji seluruh produk hukum, dan mengembangkan kapasitas instansi peradilan yang terkait penegakkan supremasi hukum. Selain itu, sosialisasi dan pemahaman tentang HAM, serta kerja sama di kalangan pemerintah maupun luar pemerintah,” sebut Alliza.
Mahasiswa Fultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos), semester tiga, Ima Muhimah menilai, peringatan HAM penting untuk disosialisasikan, pasalnya banyak di lingkungan masyarakat yang tidak terlalu paham akan HAM yang membuat HAM tersebut bisa direnggut. Recover Better-stand up for Human Rights tersebut sebagai upaya pemulihan semua sisi kehidupan, sehingga penegakkan HAM tetap terealisasikan dalam penanganan pandemi.
“Bentuk dari ketidaksetaraan, yaitu tidak meratanya bantuan sosial yang diberikan pemerintah di setiap daerah. Selain itu, tidak meratanya kuota gratis kepada pelajar untuk menjalankan pendidikan, sehingga ada daerah yang tidak maksimal melaksanakan daring,” sebut Ima.
Dirinya menyarankan, untuk menekankan dan mengingatkan kembali amanah dan kejujuran dari semua pihak agar semua dapat berjalan dengan baik. Semoga kita dapat mengatasi semua problematika di masa pandemi dengan penuh tanggung jawab,” jelasnya.
(Falah Aliya)