Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan Indonesia

Perubahan iklim dapat berdampak pada gagal panen. Sumber foto: republika.co.id
Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) yang belum mereda, hingga perubahan iklim pemicu terjadinya bencana alam, mengawali awal tahun 2021 di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada krisis ketahanan pangan, yang mengakibatkan beberapa daerah gagal panen atau gagal tanam. Pojok Iklim mengadakan webinar diskusi “Ketahanan Pangan, Covid-19, dan Perubahan Iklim” untuk membahas potensi pengembangan pangan, sebagai penjamin kehidupan bermasyarakat, pada Selasa (19/01).
Peneliti Utama Badan Penelitian Tanah Kementerian Pertanian (Kementan), Ai Dariah mengatakan, peran pertanian sebagai penyedia pangan patut disoroti sebagai penopang, untuk menyelamatkan ekonomi nasional, dari kritis dimasa pandemi. Meskipun sempat mengalami kontraksi, pertanian dapat tumbuh positif dan menjadi penyelamat bagi sektor lainnya.
“Target utama dari pembangunan pertanian, adalah mewujudkan kedaulatan pangan di masyarakat dan Indonesia. Meskipun kita punya uang, kita dalam masa lockdown tidak dapat membeli banyak. Solusinya adalah kita dapat berdaulat pangan dengan menanam tanaman sendiri. Pada level negara, Indonesia dapat berdaulat pangan, jika tidak ada pergerakan barang antar negara,” imbuhnya
Dirinya menambahkan, berdaulat pangan berdampak besar dalam meminimalisir krisis pangan di masa mendatang, maka keinginan dan motivasi masyarakat untuk menciptakan lahannya sendiri, tidak hanya menguntungkan bagi dirinya, tetapi juga pada kemaslahatan Indonesia.
“Perubahan iklim selalu identik dengan hal negatif, nyatanya ia memiliki dua sisi positif dan negatif. Positifnya curah hujan meningkatkan peluang petani dalam meningkatkan area tanam, dan cuaca yang kering lebih minim terjadinya hama penyakit. Sekarang bagaimana kita dapat memanfaatkan momentum yang disediakan oleh alam, untuk melakukan pergerakan yang lebih baik, tentunya dengan tidak semakin merusak alam,” tutupnya.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Agribisnis semester delapan, Sheilla Aisyah mengatakan, dalam mencegah gagal panen, dapat diawali dengan mensejahterakan para petani, yang bisa dibilang ujung tombaknya sektor pertanian, yaitu dengan memberikan insentif bagi petani dalam meningkatkan produksi pangan.
“Menurut Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005–2025, menyatakan bahwa bencana dan perubahan iklim merupakan dua tantangan terkait yang perlu diperhatikan secara serius dalam perencanaan pembangunan di berbagai lapisan pemerintah,” ujarnya.
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Agribisnis semester delapan, Sahid Tegar Pasundan mengatakan, perlu diketahui untuk menjaga ketahanan pangan berbeda dengan menjaga gawang dalam sepak bola, karena ketahanan pangan adalah sebuah kondisi, terpenuhinya pangan bagi seluruh masyarakat di sebuah wilayah tertentu dengan cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau (UU No. 18/2012 Tentang Pangan).
“Apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga ketahanan pangan. Solusi jangka pendek yang lumrah dilakukan adalah dengan melakukan impor, tetapi dengan resiko yang harus ditanggung oleh negara. Solusi jangka panjang, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan lahan-lahan yang ada untuk melakukan produksi pertanian, misal lahan pekarangan rumah,” ujarnya.
(Rizka Amelia)