Tingkatkan Wawasan Agama Lewat Kajian Quran Bersama FITK

Dekan FITK, Dr. Sururin, M.Ag., saat memberikan sambutan
Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan (FITK) menyelenggarakan Kajian Nuzulul Quran, pada Selasa (26/4) secara daring. Kegiatan tersebut digelar dalam rangka menyosialisasikan agenda FITK dan dihadiri oleh civitas akademika FITK dan peserta umum.
Dekan FITK, Dr. Sururin, M.Ag., dalam sambutannya mengatakan, kajian yang diadakan adalah kegiatan yang telah lama digelar dengan membahas fiqih, tasawuf, serta tafsir, namun sudah lama hilang. Dirinya menyampaikan, manusia harus bersyukur karena masih diberikan semangat untuk ibadah, contohnya mendengarkan kajian.
“Kegiatan tersebut dapat dijadikan kesempatan para dosen untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan saling belajar. Saya berharap dengan digelarnya kajian bisa menambah wawasan, membuka pemikiran, dan mendukung visi UIN Jakarta, yaitu mengintegrasikan keilmuan, keislaman, dan keindonesiaan,” Ujarnya.
Narasumber acara, Siti Khodijah mengatakan, strategi dalam membangun keluarga Qur’ani adalah amannu, yaitu penanaman akidah dan penguatan aspek wawasan intelektual. Lalu amilusholihat, menerapkan nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan. Watasau bilhaq, mengingatkan untuk amal makhruf nahi mungkar, lalu terakhir watasau bishshabri, lakukan perubahan terbaik secara konsisten dan sabar.
“Problematika yang tidak dapat membentuk keluarga Qur’ani adalah minimnya lingkungan yang Qur’ani, kurangnya keteladanan, tidak serius dan disiplin, masih duniawi, orang tua terlalu sibuk, salah persepsi tentang Al Quran, serta belum dijadikannya Al-Qur’an sebagai visi misi keluarga,” jelasnya.
Narasumber acara, Yudhi Munadi menuturkan, berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 30, manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah, sedangkan surat Adz-Dzariyat ayat 56, dijelaskan manusia diciptakan untuk beribadah.
“Ibadah berfungsi untuk pengendalian dan pengaturan diri. Sementara itu, kekhalifahan berfungsi untuk memahami eksistensi diri untuk capacity building. Kedua fungsi tersebut harus bekerja secara integratif, layaknya sepasang sandal yang tidak dapat dipisahkan,” pungkasnya.
(Subandi)