Marak Sensasi, Dewan Pers Larang Jadikan Media Sosial Sebagai Sumber Berita
Dewan Pers memperingatkan jurnalis untuk berhenti menjadikan media sosial sebagai sumber berita, terlebih kondisi saat ini yang mulai masuk ke tahun politik. Penyebab dikerahkannya peringatan tersebut karena banyaknya pendengung atau buzzer yang menyebarkan isu sensasi dan Isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ultimatum tersebut disampaikan Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, Asep Setiawan pada Rabu (20/09).
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), semester lima, Aisyah Kimberly Maroe menuturkan, sebagai bagian dari masyarakat dalam menanggapi buzzer, salah satu sikap yang harus dibangun adalah skeptis.
“Sikap skeptis terhadap informasi yang belum jelas asalnya sangatlah penting, khususnya di media sosial. Melihat bagaimana masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi dalam suatu isu, skeptis penting dikerahkan untuk meningkatkan rasa ingin tahu terhadap kebenaran serta informasi lengkap lainnya yang tidak menimbulkan ambigu,” jelasnya.
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), jurusan Jurnalistik, semester tiga, Reza Aditya Firdaus menjelaskan, banyak aspek yang mesti diperhatikan untuk menanggulangi provokasi dari media sosial. Salah satunya dari aspek jurnalis yang berperan dalam validitas penyebaran informasi.
“Dari sisi jurnalis, penting untuk menjadi selektif dalam memilah jawaban narasumber. Sebab, sikap yang harus ditekuni adalah netral dan independen. Tidak ada larangan dalam mengambil sumber berita yang berasal dari media sosial. Namun, kembali sebagai tugas jurnalis yang mencari validitas dan enghindari berita yang mengandung sensasi turut menjadi poin plus,” pungkasnya.
(Amalia Vilistin)